Modul Pengembangan Potensi Geowisata Pulau Belitong dan Sekitarnya
Tujuan :
Memberikan wawasan mengenai potensi sumber daya geologis Pulau Belitong sebagai daya tarik wisata andalan serta potensinya untuk menjadi geopark nasional, bahkan global di bawah keanggotaan GGN UNESCO.
Sasaran :
Peserta dapat :
- Memahami bahwa sumber daya geologis merupakan potensi pariwisata.
- Mengetahui keunggulan geologis Pulau Belitong dan perairannya.
- Mengenali daya tarik geowisata potensial di Pulau Belitong dsk.
- Mengenali atribut penting geowisata Pulau Belitong dsk.
- Memahami faktor-faktor penting dalam pengembangan geowisata Pulau Belitong dsk.
- Mengenali potensi Pulau Belitong untuk menjadi geopark nasional.
Waktu : 105 menit kuliah
I. Sumber Daya Geologis sebagai Potensi Pariwisata
Geowisata (geotourism) adalah kosakata yang relatif baru dalam kepariwisataan nasional. Istilah itu kurang populer dibanding ekowisata (ecotourism), atau agrowisata misalnya. Apa itu geowisata atau geotourism? Istilah geotourism muncul tak lebih tua dari pertengahan 1990-an. Seorang ahli Geologi dari Buckinghamshire Chilterns University di Inggris bernama Tom Hose diperkirakan menjadi orang yang pertama aktif memperkenalkan istilah itu. Ia misalnya menulis di Geological Society pada 1996 suatu makalah berjudul “Geotourism, or can tourists become casual rock hounds: Geology on your doorstep”.
Tetapi untuk konsumsi umum, mungkin dapat diperkirakan bahwa kegiatan geowisata mulai berkembang sejak maraknya para turis beransel (back-pack tourists) pada 1980-an. Satu makalah yang ditulis oleh Jane James 1993 di sebuah konferensi bertema “Memasyarakatkan Ilmu Kebumian” di Southampton, Inggris, misalnya, masih menggunakan istilah pariwisata geologis (geological tourism) alih-alih geotourism.
Tom Hose yang diikuti kawan-kawan geologiawan lainnya di Eropa jelas-jelas mendasarkan geowisata berbasis kepada geologi. G.M. TIMČÁK dari Technical University Košice, Slovakia juga mendefinisikan geowisata dari aspek geologi, yaitu sebagai suatu daerah tujuan wisata yang kegiatan wisatanya berbasis pada karakter geologis, geomorfologis, dan lingkungan alam.
Mulai dari Eropa itulah kemudian muncul istilah “taman bumi” (geopark), yaitu kawasan konservasi yang melindungi peninggalan alamiah objek geologis yang unik, langka, berharga, menarik, dan penting. Di bawah jaringan UNESCO, di dunia sudah terbentuk 100 taman bumi (geopark global) yang menjadi daya tarik dan tujuan geowisata utama. Di Asia sudah dirintis oleh Cina yang kemudian diikuti Malaysia. Taman bumi Pulau Langkawi, Malaysia, sejak 2006 resmi menjadi taman bumi pertama di Asia Tenggara di bawah jaringan UNESCO. Indonesia yang memiliki banyak keunikan fenomena geologis, tertinggal jauh dari negeri jiran itu, dan baru mendapatkan pengakuan GGN pada 2012 melalui Taman Bumi Global Batur (Batur Global Geopark) di Pulau Bali.
Jika Eropa, diikuti Australia, berpijak pada geologi sebagai basis geowisata, Amerika Serikat sedikit lain. Asosiasi Industri Wisata dan Perjalanan Amerika Serikat, TIA (Travel Industry Association of America) mendefinisikan geowisata sebagai: “wisata berlanjut yang mengembangkan karakter geografis suatu daerah kunjungan, termasuk di dalamnya lingkungan alam, budaya, nilai-nilai estetika, dan masyarakat setempat”.
National Geographic Foundation mendefinisikan geowisata hampir sama dengan TIA, yaitu “pariwisata yang mendukung karakter geografis tempat lingkungannya, budaya, warisan budaya, estetika, dan kesejahteraan masyarakatnya”. National Geographic Foundation mempertegas bahwa geowisata berprinsip membangun karakter “sense of place” secara geografis untuk mengembangkan daya tarik wisata yang memiliki kekhasan lokal serta memberikan manfaat yang sama kepada wisatawan dan masyarakat. Indonesia sendiri lebih cenderung mengikuti versi Eropa dan Australia yang mengaitkan geowisata dengan fenomena dan karakter geologis suatu tempat.
II. Geologi Pulau Belitong dan Sekitarnya
Kemunculan batu-batu granit di Kepulauan Bangka Belitung dalam bentuk bongkah-bongkah raksasa menarik perhatian. Secara geologi, batu-batu granit raksasa tersebut sebenarnya merupakan bagian dari suatu tubuh batuan beku yang menjadi batuan dasar Indonesia bagian barat yang disebut sebagai batolit. Sebaran batu granit ini sebenarnya tidak hanya dijumpai di Bangka Belitung saja, tetapi juga muncul di Kepulauan Riau hingga Semenanjung Malaysia, serta di kepulauan Natuna. Selain di tempat-tempat tersebut, batuan dasar yang berada di bawah Selat Karimata hingga Laut Cina Selatan, termasuk di sebagian Kalimantan bagian barat, juga tersusun dari batu granit.
Secara geologi, batuan granit ini berumur Trias hingga Kapur, atau terbentuk kira-kira antara 200 juta tahun hingga 65 juta tahun yang lalu (Peta Geologi Lembar Belitung, Baharuddin dan Sidarto, 1995). Batuan ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat asam, yaitu dengan kandungan silika yang tinggi lebih dari 65%.
Dari peta geologi terlihat bahwa granit tertua berumur Trias (Triassic) tersebar di Belitung bagian barat laut, termasuk di Pantai Tanjungtinggi, Pulau Kepayang dan Pulau Lengkuas. Singkapannya dengan bongkah-bongkah besar berwara abu-abu terang, berkristal kasar hingga sangat kasar. Granit ini kaya akan mineral kasiterit primer. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) 208 – 245 juta (Zaman Trias).
Intrusi granit berikutnya berumur Zaman Jura (Jurasic)tersebar terutama di bagian selatan Belitung, di Pantai Penyabong, termasuk juga Bukit Baginde, dan Pantai Klumpang. Granit ini pada peta geologi disebut Adamelit Baginda denganwarna abu-abu hingga kehijauan, berbutir kasar hingga sangat kasar dan banyak dijumpai xenolit (batuan lain yang masuk ke dalam intrusi) dan tidak mengandung kasiterit. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) 106 – 208 – 245 juta (Zaman Jura).
Intrusi granit paling muda adalah berumur Kapur (Cretaceous) tersebar di timur laut Belitung, di Pantai Burungmandi dan Gunung Bolong – Tanjung, yang lebih intermedier dan dikenal sebagai Granodiorit Burungmandi, serta dalam sebaran terbatas di Gunung Batubesi dan Air Dengong sebagai Diorit Kuarsa Batubesi. Warnanya umumnya lebih gelap karena lebih banyak kandungan mineral berwarna gelap felspar. Butirannya sedang, tidak kasar. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) 115 – 106 juta (Zaman Kapur).
Seluruh intrusi granit, granodiorit dan diorit ini menerobos batuan sedimen yang terlebih dahulu diendapkan pada Masa Paleozoik (Permo-Karbon), yaitu Formasi Kelapakampit berupa selang-seling batupasir-batulempung dan sisipan batuan sedimen lain, serta Formasi Tajam berupa batupasir kuarsa dengan sisipan batulanau. Itulah sebabnya kedua formasi batuan sedimen ini mengalami proses metamorfosis sehingga berubah menjadi metasedimen yang lebih keras. Selain itu formasi-formasi ini diterobos oleh urat-urat kuarsa yang banyak membawa mineral bijih primer kasiterit.
Dari sisi mineralogi, jika kita amati batu granit, maka kita akan jumpai banyak mineral yang mudah dikenal, yaitu yang berwarna terang seperti kaca dengan bentuk tidak beraturan yang disebut sebagai mineral kuarsa. Mineral lain yang biasanya muncul pada granit adalah K-felspar atau orthoklas dan plagioklas yang biasanya dicirikan oleh mineral-mineral memanjang berwarna coklat, merah muda pucat, atau putih. Mineral lain adalah biotit yang berwarna coklat pucat dengan bentuk pipih tipis sehingga disebut juga sebagai mika. Mineral lain dalam persentase yang sangat kecil adalah mineral-mineral mafik golongan felspar yang berwarna gelap, seperti hornblenda atau piroksen.
Pada beberapa bongkah batu granit, kita juga sering menemukan batu lain yang tertanam di dalam granit. Batu lain ini juga berupa granit dengan warna atau tekstur yang berbeda. Dalam geologi batu yang tertanam di dalam granit disebut sebagai xenolit yang berarti batu asing. Proses kejadiannya adalah ketika magma menerobos ke atas (intrusi), sebagian batuan lain yang diterobos terpecah dan bongkahannya masuk ke dalam magma. Ketika seluruh magma ini membeku menjadi granit, batuan asing yang tercebur ke dalam magma itu pun ikut membeku bersama granit. Jenis granit dengan banyak xenolit biasanya juga mempunyai bentuk-bentuk kristal yang kasar. Granit seperti ini mempunyai istilah sendiri yang disebut sebagai pegmatit.
II.1 Munculnya Bongkah-Bongkah Granit ke Permukaan
Granit membeku jauh di bawah permukaan Bumi pada kedalaman puluhan kilometer. Digolongkan kedalam batuan beku dalam yang membnetuk batolit. Oleh proses tektonik, batuan-batuan ini mengalami pengangkatan, bahkan beberapa mengalami pematahan dan peretakan. Akibat dari proses tektonik tersebut, batu granit yang tadinya berasal jauh di bawah permukaan Bumi, muncul ke permukaan Bumi.
Selama proses pengangkatan granit dari bawah Bumi, tubuh granit mengalami deformasi. Tubuhnya retak-retak. Ketika tubuh granit yang retak-retak ini muncul di permukaan Bumi, proses pelapukan dan erosi atau abrasi mengikisnya melalui retakan-retakan. Akibat proses ini yang terjadi berulang-ulang selama ratusan hingga ribuan tahun, batu granit yang muncul di permukaan seolah-olah merupakan bongkah batuan yang terpisah-pisah. Padahal bongkah batu granit raksasa ini sebenarnya hanya bagian atas dari tubuh sangat besar batu granit yang ada di bawah permukaan Bumi.
Informasi dari para penyelam di sekitar Belitung, menyatakan bahwa tubir-tubir bawah laut terdiri dari lereng-lereng terjal batu granit yang menyambung antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari informasi para penyelam ini, informasi geologi terkonfirmasi bahwa pada kenyataannya, semua tubuh granit yang tersebar di Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, Singapura, Semenanjung Malaysia, di bawah Selatan Karimata dan Laut Cina Selatan, Pulau Natuna dan sebagain Kalimantan Barat, menyatu. Dalam geologi dikenal sebagai batolit seperti telah diterangkan di awal tulisan ini.
II.2 Terbentuknya Bijih Timah
Timah yang menjadi kekayaan sumber daya mineral Bangka – Belitung, juga di bawa oleh batu granit. Batu granit tertentu mengandung mineral bijih timah yang dikenal sebagai mineral kasiterit yang tersusun atas senyawa kimia oksida SnO2. Mineral kasiterit yang masih berada di dalam batuan disebut sebagai mineral primer. Konsentrasinya besar tetapi tidak terakumulasi pada tubuh granit tertentu, tetapi menyebar secara luas di dalam tubuh batu granit. Selain itu, untuk mengekstraksinya, yaitu memisahkan mineral kasiterit dari mineral pembentuk batu granit lainnya, prosesnya sangat sulit.
Namun alam telah bekerja sedemikian rupa dengan cara pemisahan yang berlangsung ratusan hingga ribuan tahun. Proses pelapukan menyebabkan tubuh granit yang muncul ke permukaan yang umumnya keras, menjadi lunak dan terurai menjadi tanah berpasir. Oleh proses erosi, bagian yang lunak ini terhancurkan dan dibawa oleh aliran air menggelontor ke arah lereng yang lebih rendah. Akhirnya lumpur berpasir hasil erosi bukit-bukit granit akan diendapkan pada lembah-lembah sungai. Pada saat batuan terurai menjadi tanah, dengan sendirinya mineral kasiterit terlepas, lalu terbawa air, dan diendapkan di dalam sungai bersama pasir-pasir lainnya yang umumnya berupa pasir kuarsa.
Karena hampir seluruh perbukitan di Kepulauan Bangka Belitung adalah granit, sungai-sungai yang berhulu dari bukit-bukit granit ini membawa kasiterit dan terkumpullah endapan kasiterit dalam jumlah yang berlimpah. Dengan begitu, alam telah memisahkan antara pasir mineral kasiterit dengan pasir batu lainnya, umumnya pasir kuarsa. Tinggal para penambang sekarang dengan mudah memisahkan pasir kasiterit yang berberat jenis lebih besar dengan pasir lainnya yang relatif lebih ringan.
II.3 Zaman Es
Dalam sejarah geologi selama Zaman Es Terakhir Wurm, air laut di Indonesia diperkirakan telah surut 140 m di bawah muka air laut yang sekarang. Pada saat air laut surut itulah, Pulau Bangka – Belitung menjadi seperti puncak-puncak gunung yang tinggi, sementara Selat Karimata dan Laut Jawa serta sebagain Laut Cina Selatan menjadi daratan berupa dataran yang sangat luas. Sungai-sungai yang mengalir di dataran (yang sekarang berupa dasar laut) jika berhulu dari Bangka – Belitung, tentunya membawa endapan-endapan kasiterit juga, mulai dari di lereng-lereng bawah, bahkan mungkin hingga jauh ke hilir di sungai-sungai purba.
Saat Zaman Es berakhir dan air laut secara evolutif naik hingga pada elevasi permukaan yang sekarang, seluruh dataran dan sungai-sungai purba tersebut sekarang tenggelam di dasar laut. Itulah mengapa penambangan pasir timah masih terus merangsek ke arah lepas pantai mengejar jalur-jalur sungai purba yang telah tenggelam.
II.4 Mineral Tanah Jarang
Mineral tanah jarang atau Rare Earth Minerals (REE) adalah mineral-mineral yang di alam dijumpai sangat sedikit. Namun sekarang, REE banyak diincar untuk industri elektronika dan komputer, terutama silikon dan titanium. Dari Bangka-Belitung, kedua unsur ini diperkirakan melimpah yang tercampur dengan pasir kuarsa. Sekarang pasir kuarsa malah dianggap limbah dari penambangan pasir timah.
Pada kasus pembelian “limbah” pasir oleh Singapura dari Pulau Singkep, Riau, ada kecurigaan bahwa Singapura justru mengincar REE-nya dibandingkan pasirnya yang dilaporkan hanya untuk mereklamasi pantainya. Tentu hal ini perlu diteliti lebih lanjut, tetapi mulai sekarang kita harus hati-hati jika ada negara lain yang berminat besar membeli pasir kuarsa dengan harga murah yang kita anggap sebagai limbah.
II.5. Batu Satam
Batu satam sangat terkenal di Belitong. Tugu di Simpang Lima Kota Tanjungpandan berikon batu satam raksasa. Batu berwarna hitam legam dengan lubang-lubang tersebut dijual sangat mahal. Misalnya satu kerikil batu satam seukuran kelereng ditawarkan seharga Rp 1 atau 2 juta rupiah. Mengapa begitu mahal?
Memang batu satam sangat sulit ditemukan, baik di Belitong maupun di tempat lain di Bumi ini. Kejadiannya memang sangat langka karena berhubungan dengan kejadian jatuhnya meteorit ke Bumi. Namun selama ini masyarakat Belitong selalu menganggap batu satam sebagai pecahan dari meteorit. Padahal batu satam sebenarnya adalah pecahan dari permukaan Bumi yang terkena hantaman luar biasa dahsyat dari meteorit yang jatuh dari luar angkasa. Ketika hantaman itu memburaikan tanah dan batuan di permukaan Bumi, mereka terlontarkan dan sempat mengalami pelelehan akibat suhu yang sangat tinggi untuk kemudian membeku kembali sebagai batu satam, atau dalam geologi istilahnya adalah tektit (tektite; dari bahasa Yunani yang bermakna ‘meleleh’).
Berikut bagaimana terbentuknya tektit (batu satam) yang diterjemahkan bebas dari wikipedia: tektit terdiri dari puing-puing terestrial (Bumi) yang terbentuk selama pembentukan kawah akibat hantaman meteorit. Selama kondisi ekstrim yang diciptakan oleh hantaman yang berasal dari luar angkasa itu, dampak hypervelocity (kecepatan yang sangat tinggi), tanah, sedimen atau batuan di permukaan Bumi entah meleleh, menguap, atau kombinasi dari keduanya, terlontar dari kawah hantaman meteorit. Setelah ejeksi dari kawah, materi lelehan cair yang terbentuk berukuran milimeter hingga sentimeter itu ketika kembali memasuki atmosfer, lalu dengan cepat didinginkan untuk membentuk tektites. Mereka dapat terlontar hingga ratusan atau bahkan ribuan kilometer jauhnya dari lokasi tumbukan.
Hasil diskusi dengan Ma’rufin Sudibyo di jejaring sosial, ahli astronomi yang bekerja di Kantor Agama Kebumen, Jawa Tengah, mengatakan bahwa secara teoritis tiap tumbukan benda langit memang memproduksi tektit. Namun kenyataannya sangat sedikit tektit yang masih dijumpai di sekitar kawah tumbukan pada saat ini. Tektit termuda dijumpai di Wabar, Saudi Arabia yang terbentuk kurang dari 2 abad silam. Jejak kawahnya pun masih ada meskipun hampir terbenam pasir ar-Rub’ al-Khali. Dari lebih dari 180 buah struktur produk tumbukan benda langit yang telah teridentifikasi dan telah valid, tak semuanya seberuntung Wabar.
Pada saat ini secara umum hanya ada tiga kawah produk tumbukan benda langit yang masih mengandung tektit di sekelilingnya, yakni Chesapeake Bay (umur +/- 35 juta tahun, diameter 95 km) di AS, Ries (+/- 14 juta tahun, diameter 24 km) di Jerman, dan Bosumtwi ( +/- 1 juta tahun, diameter 10 km). Populasi tektit terbesar ada di Australasia, meliputi hampir seluruh Asia Tenggara, Australia dan sebagian Samudera Hindia dan terbentuk pada 0,8 juta tahun silam, tetapi di sini belum ditemukan lokasi kawah tumbukannya.
Batu satam adalah tektit dan secara teknis disebut bilitonit. Ia merupakan bagian dari tektit Australasia, yang terbentuk +/- 0,8 juta tahun silam. Bilitonit masih sekeluarga (dan juga seumur) dengan javanit di pulau Jawa (misalnya yang tersingkap di Sangiran) dan tektit Muong-Nong di Indocina. Tektit Muong-Nong ini unik, karena jauh lebih berat (hingga 20 kg) dan berlapis-lapis, yang menunjukkan posisi sumber pembentuknya tak jauh dari lokasi sebaran tektit ini.
III. Daya Tarik Geowisata Potensial di Pulau Belitong dsk
Newsome (2005) menjelaskan bahwa daya tarik geowisata dapat berupa bentuk geologis suatu tempat maupun proses geologisnya. Lebih jauh lagi, Newsome menjelaskan bahwa terdapat tiga skala daya tarik geowisata, yaitu skala makro (misal Grand Canyon, USA), skala meso (Wave Rock, Australia), dan skala mikro (fossil beds, UK). Secara lebih detil, bentuk-bentuk geologis dan proses geologis yang dapat menjadi daya tarik wisata dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Mengacu pada definisi-definisi yang telah dikembangkan, geowisata juga mencakup aspek budaya, lingkungan, dan sosial masyarakatnya. Oleh karena itu, potensi budaya, lingkungan, dan sosial masyarakat yang terkait dengan bentuk dan proses geologis suatu tempat dapat menjadi daya tarik geowisata.
Kepulauan Bangka Belitung sejak jaman dahulu sudah sangat dikenal sebagai penghasil timah terbesar, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Sejarah dan budaya masyarakat Kepulauan Bangka Belitung juga sangat terkait dengan potensi sumber daya alamnya sebagai penghasil timah. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bongkah-bongkah batu granit raksasa yang sangat menarik perhatian di Kepulauan Bangka Belitung mengandung mineral bijih timah yang menjadi kekayaan alam terbesar bagi Kepulauan Bangka Belitung. Potensi sejarah bentukan alam yang khas dengan batu-batu granit raksasa dan bentukan alamnya sendiri, sejarah penemuan timah, pengolahan timah, budaya masyarakat timah, sampai pada bentang alam pasca penambangan timah merupakan daya tarik wisata yang bernilai jual tinggi di Kepulauan Bangka Belitung. Pulau Belitong sebagai satu dari dua pulau besar di Kepulauan Bangka Belitung memiliki bentuk geologis batu-batuan granit raksasa yang lebih unik dibandingkan pulau-pulau lainnnya.
Pulau Belitong dan sekitarnya memiliki potensi daya tarik geowisata yang sangat kaya, yaitu:
Danau Kaolin Kolong Murai
Danau Kaolin Kolong Murai terletak di Jalan Murai, 6 km dari Kota Tanjung Pandan. Danau ini terbentuk akibat penambangan kaolin. Hamparan tanah kaolin yang berwarna putih di permukaan dan di dasar danau mengakibatkan warna air menjadi kebiru-biruan. Bentuk danau kaolin dan lingkungan sekitarnya serta proses pembentukan danau ini berpotensi menjadi daya tarik geowisata.
|
Taman Hiburan Kolong Keramik
Taman Hiburan Kolong Keramik berlokasi di Desa Lesong Batang, Kecamatan Tanjung Pandan dan berjarak 5 km dari Kota Tanjung Pandan. Taman hiburan ini merupakan adalah sebuah tempat rekreasi yang memanfaatkan danau kolong keramik sebagai atraksi utamanya. Cerita proses pengembangan kolong menjadi taman rekreasi berpotensi menjadi daya tarik geowisata.
|
Hotel Biliton dan Toapekong Ho A Joen
Hotel yang terletak di Pusat Kota Tanjung Pandan ini merupakan bangunan peninggalan bekas kediaman Kapiten Ho A Joen sebagai Kapiten Cina pertama di Pulau Belitung. Kedatangan Kapiten Cina sangat terkait dengan proses penambangan dan pengolahan timah di Pulau Belitung. Bangunan Toapekong ini memiliki keunikan karena berhiaskan batu giok dengan berbagai simbol yang sarat makna.
|
Museum Pemerintah Kabupaten Belitung
Museum yang terletak di Jalan Melati, Desa Tanjung Pendam ini semula bernama Museum Geologi yang khusus menyimpan berbagai jenis bebatuan serta maket yang menggambarkan sejarah perjalanan eksplorasi penambangan timah. Museum ini dibangun atas prakarsa Dr. Osbenger seorang ahli geologi berkebangsaan Austria pada tahun 1962 yang pada saat itu bertugas di Unit Penambangan Timah Belitung.
|
Situs Benteng Kuehn
Benteng ini dibangun oleh Kapten Kuehn pada tahun 1823 dan berada di Desa Ai Beruta Pangkalalang, Kecamatan Tanjung Pandan. Benteng ini berfungsi untuk menggantikan benteng yang dibangun oleh De La Motte di Tanjung Simba, Cerucuk. Awalnya, benteng ini menjadi tempat tinggal pejabat pemerintah dan pionir penambangan timah kolonial sebelum dibangunnya emplasment. Saat ini hanya tersisa bekas bastion di sudut tenggara.
|
Bukit Berahu
Bukit berahu merupakan kawasan resort yang berlokasi di Desa Tanjung Binga yang berjarak sekitar 18 Km dari Tanjung Pandan. Pantai Bukit Berahu merupakan pantai berpasir putih yang dihiasi bebatuan granit. Bentuk batu granit dan proses pembentukannya dapat dikembangkan sebagai daya tarik geowisata.
|
Pantai Tanjung Kelayang
Pantai Tanjung Kelayang merupakan salah satu daya tarik wisata pantai di Desa Keciput, Kecamatan Sijuk dan berada 27 km dari Kota Tanjung Pandan. Kawasan Pantai Tanjung Kelayang ini memiliki hamparan pantai berbentuk teluk.Tepat di seberang pantai ini, wisatawan dapat melihat langsung di kejauhan Pulau Burung yang merupakan maskot pantai Tanjung Kelayang yang berupa tumpukan batu granit menyerupai kepala burung. Di pantai ini setiap tahunnya pada bulan Oktober dijadikan sebagai pusat titik labuh kapal layar bagi yachter yang tergabung dalam Sail Indonesia.
|
Pantai Tanjung Tinggi
Pantai Tanjung Tinggi merupakan pantai dengan ikon batu-batuan granit dengan ukuran yang besar menjulang. Pantai ini terdapat di Desa Tanjung Tinggi dan berjarak 31 km dari Kota Tanjung Pandan.
|
Pulau Burung
Pulau Burung merupakan pulau dengan kumpulan batu-batuan unik dan salah satunya menyerupai kepala burung. Pulau ini berada di Desa Tanjung Binga dan berjarak 2 mil laut dari Tanjung Pandan.
|
Sumber: http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1714
EmoticonEmoticon