Sunday, July 3, 2016

Air Terjun Bedegung Muaraenim

Geowisata Air Terjun

Liburan di Sumatera Selatan, bisa memilih untuk menikmati keindahan alam air Terjun Bedegung yang letaknya di Muaraenim, Sumatera Selatan.

Untuk ke lokasi dapat dicapai dengan perjalanan dari Palembang sejauh 183 km denga kenderaan bermotor, lalu dari Muaraenim dilanjutkan perjalanan ke desa Bedegung, Kecamatan Tanjung Agung dengan jarak 56 km. Dari desa tersebut lokasi air terjun hanya 2 km saja.
Air terjun Bedegung merupakan air terjun dengan tinggi 99 meter bersumber dari mata air disekitar bukit barisan.









Sampuran Widuri - Serdang Bedagai

Geowisata Air Terjun


Keterangan

Air Terjun Sampuran Widuri memiliki ketinggain sekitar 35 m.  Selain Sampuran Widuri masih ada dua air terjun lainnya dilokasi tersebut, hanya saja ketinggiannya lebih rendah dari Sampuran Widuri. Jarak antara air terjun saling berdekatan dan jalan menuju ke setiap lokasi sudah tertata dengan rapi.


Lokasi
Dusun III, Desa Dolok Merawan,
Kecamatan Dolok Merawan,
Kabupaten Serdang Bedagai,
Propinsi Sumatera Utara.


Koordinat GPS: -

Peta Lokasi:


Aksesbilitas

Lokasinya sekitar satu kilometer dari Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) yang menuju Pematang Siantar. Berjarak 100 km dari Medan atau 48 km dari Sei Rampah atau 20 km Dari Tebing Tinggi atau 25 km dari kota Pematang Siantar.   Jika berangkat dari Medan rute yang diambil adalah melalui Tajung Morawa, Lebak Pakam, Perbaungan, Tebing Tinggi hingga tiba Pematang Siantar

Jika menggunakan kendaraan umum dari Medan naik bus Intra Sejahtera dan turun di Simpang Bajalingge (di Jalur Lintas Sumatera dengan ongkos sekitar 13000 rupiah.  Selanjutnya perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki sekitar 1,5 km menuju lokasi.  Bagi yang malas berjalan kaki tersedia ojek yang biasanya mangkal di Simpang dengan ongkos Rp 10000 sekali jalan.

Selanjutnya untuk mencapai lokasi air terjun ini harus menuruni anak tangga yang berkelok-kelok dengan jumlah mencapai sekitar 135 buah anak tangga.


Tiket dan Parkir

Tiket masuk sebesar Rp 2500 per orang sudah termasuk biaya parkir kendaraan.



Fasilitas dan Akomodasi

Obyek Wisata ini masih minim fasilitas, seperti tidak adanya sarana pemondokan dan kamar mandi.

Geopark Kaldera Toba


Geopark Kaldera Toba
Danau Toba
Lokasi Geopark Danau Toba menjadi obyek wisata andalan di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, dipusatkan di Desa Sigulatti, Kecamatan Sianjur Mulamula.
Danau Toba sebagai danau vulkanik terluas di Asia Tenggara itu adalah obyek yang menarik karena keindahan alamnya dilengkapi kekayaan adat budaya serta dianggap sebagai asal leluhur suku Batak.
Disebut sebagai Geopark Toba bukan karena suku Batak Toba atau ada Danau Toba, tetapi karena kekayaan dan potensi geologi di kawasan danau yang terletak di bagian tengah Provinsi Sumatera Utara itu meliputi tujuh kabupaten.
Terdapat 42 geosite untuk Geopark Toba yang dibagi dalam empat geo area, yakni:
1. Kaldera Haranggaol, 
2. Porsea, 
3. Kaldera Sibandang
4.  Geo Area Pulau Samosir.
Gabungan dari Geo Area itu disebut sebagai Geopark. Untuk Kabupaten Samosir dibangun sebanyak delapan panel (papan petunjuk) untuk delapan geosite.
Lokasi Geopark tersebut dikelola menjadi obyek wisata dengan tiga aspek pengelolaan meliputi konservasi, edukasi (pendidikan, riset ilmu geologi, biologi dan budaya secara luas) serta aspek pengembangan nilai ekonomi lokal melalui kegiatan pariwisata yang berkelanjutan.


Kaldera Toba
Peta Danau Toba
Danau Toba adalah danau kaldera terbesar di dunia yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, berjarak 176 km ke arah Barat Kota Medan. Danau Toba (2,88N - 98,5 2 E dan 2,35o N - 99,1o E) adalah danau terluas di Indonesia (90 x 30 km2) dan juga merupakan sebuah kaldera volkano-tektonik (kawah gunungapi raksasa) Kuarter terbesar di dunia. Kaldera ini terbentuk oleh proses amblasan (collapse) pasca erupsi supervolcano gunungapi Toba Purba, kemudian terisi oleh air hujan.

Danau Toba mempunyai ukuran panjang 87 km berarah Baratlaut-Tenggara dengan lebar 27 km dengan ketinggian 904 meter di atas permukaan laut (dpl) dan kedalaman danau yang terdalam 505 meter. Di tengah Danau Toba terdapat Pulau Samosir dengan ketinggian berkisar antara 900 hingga 1.600 meter dpl, yang terbentuk akibat pengangkatan dasar danau pasca erupsi kaldera yang terjadi pada 74.000 tahun yang lalu, sebagai akhir dari proses pencapaian kesetimbangan baru pasca-erupsi kaldera supervolcano.

Kawasan dinding Kaldera Toba  memiliki morfologi perbukitan bergelombang sampai terjal dan lembah-lembah membentuk morfologi dataran dengan batas caldera rim watershedDTA Danau Toba dengan luas daerah tangkapan air (catchment area) 3.658 km² dan luas permukaan danau 1.103 km². Daerah tangkapan air ini berbentuk perbukitan ( 43%), pegunungan (30 %) dengan puncak ketinggian 2.000 meter dpl (27%) sebagai tempat masyarakat beraktifitas. 

Sehubungan dengan keunikannya, Kaldera Toba diusulkan menjadi geopark dengan nama Geopark Kaldera Toba (GKT). Untuk merealisasikan keinginan tersebut, dibentuk Tim Percepatan Pengajuan Geopark Kaldera Toba menjadi anggota dalam Global Geopark Networking UNESCO, dengan menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 188.44/404/KPTS/2013 pada tanggal 26 Juni 2013.

Pada awalnya, tahun 2011 nama geopark diusulkan dengan nama Geopark Toba, namun dalam perkembangannya mengingat bahwa yang bernilai warisan dunia adalah peninggalan dari letusan super volcano Toba yang berdampak global berupa Danau Toba yang tiada lain adalah suatu Kaldera Kuarter terbesar di dunia, maka diusulkan nama geopark tersebut pada tahun 2013 dengan nama Geopark Kaldera Toba.

Geopark Kaldera Toba mengusung Tema Gunungapi (supervolcano) dengan keunikan sebagai kaldera Volkano-Tektonik  Kuarter terbesar di dunia. Kawasan ini mencakup bagian dari wilayah administrasi dari tujuh kabupaten yang mempunyai pantai di Danau Toba yang dibatasi oleh kaldera rim yaitu Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir,  Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Simalungun.

 
  
Geopark Kaldera Toba, Sumatera Utara, Indonesia: Dokumen Usulan Keanggotaan Jaringan Geopark Nasional Indonesia.

Gunung Sibayak, lokasi camping

Geowisata Gunung




Camping di Gunung Sibayak



Gunung Sibayak adalah salah satu gunung yang ada di Sumatera Utara. Letaknya berada di daerah tanah Karo. Gunung ini sering dikunjungi para pendaki gunung dan berkemah disana.
Pemandangan sungguh indah. Berikut ini adalah foto-foto suasana camping di Gunung Sinabung.




















Foto by Mahendra Sitepu

Air Terjun Lae Simbilulu - Pakpak Bharat

Geowisata Air Terjun


Keterangan:
Air Terjun Simbilulu memiliki ketinggian + 40 m dengan kedalaman kolamnya + 5 m dan luasnya 60 m2.  Air terjun ini memiliki 2 terjunan air yang berdampinga dari satu sumber sungai  
Aksesbilitas

Berjarak + 5 km dari Tinada atau + 20 km dari Sidikalang.

Akomodasi

Belum tersedia fasilitas pendukung seperti wc, kamar mandi, warung dan lain-lain
Lokasi

Terletak di Desa Prongil Julu, Kecamatan Tinada, Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara.

Koordinat GPS2° 33' 46.16" N  98° 16' 57.58" E

Map:


WISATA GEOLOGI DI KARANG SAMBUNG

Cagar Alam Geologi

Teringat masa kuliah, sebagai mahasiswa jurusan Teknik Geologi di ITB, diwajibkan mengikuti mata kuliah lapangan yang berlokasi di Karangsambung. Bagi teman-teman yang pernah kuliah lapangan disini pasti mempunyai kenangan dan kesan yang tidak terlupakan. Saat ini lokasi tersebut menjadi lokasi tujuan wisata geologi. Berikut ini saya ceritakan tentang lokasi ini.

Lokasi wisata geologi Karangsambung letaknya di sebuah desa di sebelah utara kota Kebumen, Jawa Tengah. Jarak dari kota Kebumen ke National Nature Reserve adalah sekitar 19 Km, dapat ditempuh dengan kenderaan roda empat dan memakan waktu sekitar 30 menit. 

Karangsambung merupakan laboratorium alam dan monumen geologi yang sangat menarik, baik untuk penelitian dan objek Geotourism. Karangsambung bisa dikatakan seperti kotak kotak hitam kejadian proses alam sehingga sangat menarik untuk dikunjungi.

Kegiatan-kegiatan penelitian dan wisata ilmiah di Karangsambung dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis dan Balai Informasi dan Konservasi Kebumian LIPI. Unit ini memiliki fasilitas, yang meliputi tempat tinggal, perpustakaan, workshop kerajinan dan batu mulia. 

Kegiatan wisata ilmiah yang meliputi kuliah ilmiah populer, diskusi, kunjungan lapangan ke berbagai lokasi penting, melihat koleksi batu permata dan proses pembuatan. Selain itu, wisatawan dapat mengambil bagian dalam berburu atau mencari batu di sungai Luk Ulo.

Di Balai Informasi dan Konservasi Kebumian ini LIPI dapat dilihat proses pembuatan kerajinan permata mulai dari pemilihan bahan, memotong, dan membentuk batu mulia. Selain batu mulia, kita juga bisa melihat berbagai koleksi batuan yang ada di Karangsambung, model tektonik, dan alat peraga untuk menggambarkan dinamika bumi di museum. 

Wisatawan mengunjungi bukti dinamika bumi dan morfologi  terlihat pada 15 titik lokasi singkapan batuan di wilayah tersebut. Butuh kunjungan dua hari untuk mengunjungi lokasi-lokasi tersebut. Dari Balai Informasi dan Konservasi Kebumian LIPI ke lokasi titik-titik tersebut kebanyakan dicapai melewati jalan beraspal mengikuti sungai meander Luk Ulo. Tetapi dari jalan aspal harus turun dengan berjalan kaki ke lokasi masing-masing titik tersebut.

Kelimabelas situs masing-masing, yang membuatnya berharga tidak hanya ilmiah tetapi juga dalam konsep wisata alam. Bahan dan bentuk-bentuk batuan dengan dugaan usia atau era menjadi hal penting dari penelitian ilmiah. Sementara pemandangan dan suasana yang tampak mampu membangkitkan rasa ingin tahu wisatawan tersebut. Sebut saja batu raksasa menakjubkan berbentuk seperti layar raksasa dalam pertunjukan wayang. Di tempat lain ada batu marmer dari berbagai warna menjadi tempat menarik buat wisatawan.


KULIAH LAPANGAN


Penggunaan fasilitas Kampus Karangsambung secara reguler adalah untuk kegiatan Kuliah Lapangan. Kegiatan kuliah lapangan bagi para mahasiswa calon ahli ilmu kebumian berlangsung rutin antara bulan Mei hingga September. Secara bergantian rombongan mahasiswa dan para pembimbingnya menggunakan Kampus Karangsambung sebagai tempat pelatihan kuliah lapangan, yang berlangsung antara 10 sampai 30 hari.


WISATA MINAT KHUSUS

Wisata minat khusus dapat dilakukan secara berkelompok 20- 100 orang sekali kunjung. Metode yang diterapkan adalah pengenalan tentang kebumian di dalam kelas dan di luar kelas. Pemasyarakatan informasi ilmu kebumian mulai ditingkatkan beberapa tahun terakhir. Sosialisasi mengenai fenomena geologi di daerah Karangsambung serta keberadaan Kampus Karangsambung disampaikan khususnya ke sekolah-sekolah di Jawa Tengah. Para pelajar Taman-kanak hingga SLTA mengunjungi Karangsambung. Mereka datang dari Kebumen, Gombong, Cilacap, Purwokerto, Wonosobo, Purworejo, Magelang, Jogjakarta dan Semarang. Kegiatan Studi Ilmu Kebumian al:
  • menyaksikan film kebumian,
  • menikmati presentasi populer kawasan geologi Karangsambung,
  • melihat koleksi berbagai batuan di Museum,
  • mengunjungi bengkel cinderamata,
  • ekskursi lapangan di sekitar kampus dan sungai Luk Ulo.
Kegiatan wisata minat khusus, biasa dilakukan dalam rangka mengisi liburan sekolah, study tour, ekskursi lapangan untuk mata pelajaran geografi, dll.

Materi yang diberikan :

  • Pengetahuan umum sumberdaya bumi dan bencana kebumian serta Geologi Karangsambung
  • Observasi Gedung Museum Peraga Batuan
  • Observasi Lingkungan Kampus LIPI Karangsambung
  • Kunjungan Bengkel Kerajinan Batu Mulia



Sarana Prasarana

Museum Batuan

Dibangun tahun 2000 dengan untuk menyimpan conto batuan langka kawasan Karangsambung dan sekitarnya dan juga sebagai sumber informasi tentang batuan di kawasan Karangsambung.

Tetapi ada beberapa conto batuan yang berasal dari daerah Jawa Barat, jawa Timur bahkan dari Kalimantan. Ada juga miniatur lapisan Bumi yang dibuat dengan interaktif, sehingga memudahkan untuk mengetahui lapisan bumi bahkan oleh anak TK sekalipun. Selain juga terdapat maket peta geologi kawasan Karangsambung dan Poster-poster tentang Kebumian.

Bengkel Batuan

Salah satu laboratorium di BIKK Karangsambung LIPI yang menghasilkan peraga pendidikan berupa conto batuan. Disini terdapat berbagai peralatan dan mesin yang bisa merubah batu yang banyak berserakan di sungai, menjadi batu yang mengkilat dan indah. Mau menjajal untuk memoles batu yang anda temukan di sungaipun bisa dilakukan disini dengan dipandu oleh para teknisi.

Perpustakaan

Jumlah koleksi buku yang terautomasi sampai pertengahan tahun 2007 sebanyak 3.025 judul. Jumlah Laporan Penelitian yang terautomasi sampai pertengahan tahun 2007 adalah sebanyak 772 judul. Sedangkan jumlah koleksi buku seluruhnya sebanyak 3.894 judul sampai dengan April 2007 sebanyak 4.481 eksemplar. Perpustakaan Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung memberikan jenis layanan kepada para pengguna, antara lain berupa layanan berikut ini: Peminjaman Pustaka Layanan pinjam pustaka diberikan kepada segenap sivitas Balai. Bagi yang masyarakat umum hanya diperkenankan untuk membaca di tempat.

Ruang Kuliah

Kampus Geologi Karang Sambung
Kampus LIPI Karang Sambung

Mampu menampung 80 orang. Disediakan perlengkapan untuk kegiatan diantaranya OHP, LCD Projector, White Board dan Sound System. Selain digunakan sebagai ruang perkuliahan mahasiswa yang sedang melaksanakan kuliah lapangan, digunakan pula untuk kegiatan Pendidikan dan Latihan/DIKLAT dan juga seminar.Sedangkan lantai bawah digunakan sebagai ruang makan. kedekatan ruang kuliah dan ruang makan bertujuan supaya kegiatan istirahat bisa dilakukan dengan efektif dan efisien.

Asrama



Asrama yang dibangun tahun 2001 ini terdiri dari 2 asrama Biasa yaitu asrama Totogan dan asrama Penosogan serta 1 asrama VIP yaitu asrama Waturanda, jumlah keseluruhan kamar yang tersedia 50 kamar dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 200 unit. Dilengkapi dengan sarana hiburan TV dan AC.Selama ini, asrama ini banyak digunakan para mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan kuliah lapangan maupun penelitian di kawasan karangsambung, diantaranya adalah mahasiswa dari ITB Bandung, UPN Veteran Yogyakarta, ISTA Akprind, UNPAD, dll.

Amphiteater


Amphiteater
Ruang terbuka berbentuk setengah lingkaran dengan sederetan tempat duduk berundak. Mampu menampung kurang lebih 100 orang. Dapat digunakan sebagai tempat “kuliah” luar ruang, ataupun dijadikan tempat untuk bersantai setelah lelah seharian di lapangan bergelud dengan peta dan kompas. Bangunan ini berdampingan dengan Gedung Menza yang juga di jadikan sebagai ruang kuliah dan ruang pertemuan. Gedung Menza merupakan salah satu saksi bisu penggemblengan Geologist-geologist Indonesia. Di gedung inilah, ratusan bahkan ribuan mahasiswa geologi pernah digembleng.
Sumber: http://karangsambung.lipi.go.id/

Geopark


Geopark adalah suatu kawasan yang memiliki arti sebagai sebuah warisan alam (geologi), dan menjadi tempat implementasi strategi pengembangan ekonomi berkelanjutan yang dilakukan melalui struktur menejemen yang baik dan realistis. Dengan demikian geopark menjadi peluang bagi terciptanya lapangan pekerjaan untuk masyarakat setempat, yaitu dalam hal memperoleh keuntungan ekonomi secara nyata. Usaha penggalian, penumbuhan dan pengembangan nilai ekonomi tersebut biasanya dilakukan melalui industri pariwisata yang berkelanjutan. Geopark atau Taman Bumi adalah pola pengembangan kawasan secara berkelanjutan yang memadukan secara serasi tiga keragaman, yaitu Geologi (Geodiversity), Hayati (Biodiversity) dan Budaya (Cultural Diversity). Tujuan pengelolaaanya adalah membangun dan mengembangkan ekonomi masyarakat setempat dengan berasaskan perlindungan atas ketiga keragaman geologi, hayati, dan budaya yang terdapat dalam kawasan itu. 


Saat ini Indonesia memiliki lima lokasi Geopark Nasional.

Sasaran Global Geopark :
1. Konservasi lingkungan
2. Pendidikan ilmu kebumian secara luas
3. Penumbuhan dan pengembangan ekonomi  lokal secara berkelanjutan

Curug Sirawe Dataran Tinggi Dieng

Geowisata Curug Sirawe

Lokasi      : Wonosobo, Jawa Tengah

Curug Sirawe berada di dataran tinggi Dieng, tingginya antara 80 sampai 100 m. Air terjun Sirawe gabungan dari air panas yang berasal dari proses geothermal di pegunungan Dieng, dan air dingin dari sungai biasa. Kawasan ini jarang dilewati orang dan berada jauh dari dataran tinggi dieng pada umumnya. Posisinya yang terjal dan hanya bisa ditempuh melalui jalan setapak membuat tempat ini jarang tersentuh oleh para wisatawan.

Geowisata Air Terjun

“Toba Big Bang” 74.000 Tahun yang Lalu: Katastrofi Geologi

Big Bang
Tepi utara Danau Toba dilihat dari Merek ke arah selatan. Di latar belakang adalah Pulau Samosir dengan sisi timurnya menunjukkan bentukan-bentukan erosi tampang segitiga (triangular facet) sebagai wujud gawir sesar normal. Foto: Awang H. Satyana
“Memandang alam dengan pengertian jauh lebih berarti dan menyukakan hati daripada hanya menyaksikan keelokannya.” (Albert Heim, 1878, dalam Mechanismus der Gebirgsbildung, diadaptasi sebagai motto Geotrek Indonesia)
Berbekal apa yang ditulis oleh Albert Heim tersebut, Geotrek Indonesia sebuah komunitas pencinta geohistori (geologi dan sejarah) Indonesia mengadakan perjalanan ke Danau Toba dan sekitarnya di Sumatra Utara pada 2-4 November 2012. Tujuan perjalanan ini adalah selain untuk menikmati keindahan pemandangan Danau Toba dan sekitarnya yang sudah terkenal itu, juga untuk belajar di lapangan tentang kejadian geologi danau ini yang dikatakan sebagai hasil erupsi volkanik, dan melihat bukti-buktinya yang tersimpan dalam bentuk morfologi danau dan endapan-endapan volkanik di sekitarnya. Perjalanan ini juga mendiskusikan teori katastrofi Toba, yaitu bahwa erupsi Toba pada 74.000 tahun yang lalu tersebut sangat besar (magakolosal), sehingga efek katastrofiknya sangat mempengaruhi lingkungan biotik Bumi.
Danau Toba dan Pulau Samosir
Danau Toba, Sumatra Utara, terletak 70 km di sebelah selatan Medan. Danau Toba adalah danau terbesar di Asia Tenggara dan termasuk danaudanau terdalam di dunia. Danau Toba sesungguhnya merupakan sebuah kawah gunung api/volkanik, sehingga Danau Toba pun merupakan danau volkanik terbesar di dunia. Letusan gunung api Toba merupakan letusan terbesar di dunia dalam 28 juta tahun terakhir, bahkan mungkin yang terbesar dalam sejarah Bumi yang kita ketahui.
Big Bang
Danau Toba, pandangan ke selatan, melintas dari Parapat ke Pulau Samosir. Bagian terangkat di sebelah kiri (timur) foto adalah Semenanjung Uluan, bagian terangkat di sebelah kanan depan (barat) foto adalah Pulau Samosir. Semenanjung Uluan dan Pulau Samosir merupakan bagian puncak Gunung Toba yang pernah tenggelam saat terjadi pembentukan kawah, kemudian terangkat kembali. Selat Latung (kedalaman 400 m) memisahkan Uluan dan Samosir. Foto: Awang H. Satyana
Danau Toba berukuran maksimal 100 km x 31 km dengan titik terdalam 529 meter di sebelah utara dekat Haranggaol. Perairan Toba mempunyai luas 1.130 km2, tidak termasuk Pulau Samosir seluas 647 km2 dan pulau-pulau kecil lainnya. Tebing-tebing curam setinggi 400-1.220 m mengelilingi Danau Toba. Tebing-tebing curam ini diyakini merupakan bidang sesar saat terjadi pembentukan kawah volkanik Toba akibat runtuhan.
Danau Toba mendapatkan airnya dari sungaisungai berukuran menengah dan kecil dengan luas wilayah aliran (catchment area) sebesar 3.700 km2. Di samping itu, air berasal dari air hujan dengan curah hujan rata-rata 2.264 mm/tahun. Pengeluaran air dari Danau Toba terjadi di bagian selatannya melalui Sungai Asahan. Fluktuasi muka danau saat ini adalah 1,5 m, tingkat keasaman air pH 7,0 - 8,4, tingkat penguapan 15,8 cm/tahun, suhu air 25,6oC dan suhu udara 19,1-21,2 oC (Hehanusa, 2000).
Ketinggian air Danau Toba saat ini 905 meter, tetapi sebelumnya diyakini pernah mencapai 1.150 m. Surutnya air danau karena air danau memotong lembah baru yang tersusun dari tuf di bagian selatan danau dan bersatu dengan lembah Sungai Asahan (van Bemmelen, 1949).
Pulau Samosir terletak di dalam Danau Toba. Pulau ini bukan gunung api yang tumbuh di dalam kawah volkanik seperti banyak ditemukan di kawah volkanik lainnya, tetapi bagian puncak Gunung api Toba yang ikut runtuh ke dalam kawah ketika terjadi pembentukan kawah Toba, kemudian terangkat kembali (resurgent cauldron).
Big Bang
Diagram tiga-dimensi, menunjukkan Danau Toba, Pulau Samosir dan wilayah di sekitarnya. (van Bemmelen, 1949)
Pulau Samosir berukuran 45 km x 20 km. Pulau ini sebenarnya merupakan semenanjung yang disambungkan oleh tanah genting (isthmus) sepanjang 200 meter dengan wilayah di sebelah barat Danau Toba. Pada tahun 1906, Belanda membangun kanal di tanah genting ini, sehingga Samosir menjadi sebuah pulau.
Bagian timur Pulau Samosir sangat curam dengan kawasan pantai yang sempit dan langsung naik ke bukit-bukit Plato Samosir di bagian tengah pulau dengan titik tertinggi 780 meter di atas muka danau. Lereng plato ke arah barat dan selatan landai. Plato Samosir hampir gersang dengan hutan-hutan kecil tersebar di beberapa tempat, rawa-rawa dan beberapa danau kecil, yang terbesar di antaranya bernama Danau Sidihoni.
Evolusi Geologi dan Erupsi Toba 74.000 Tahun yang Lalu
Menurut van Bemmelen (1949), gunung api dan Danau Toba terjadi di puncak suatu kulminasi geologi di Sumatra Utara yang disebutnya Kulminasi Batak atau Tumor Batak, yaitu suatu dataran tinggi menonjol sendiri di Sumatra Utara berukuran 150 x 275 km. Tumor Batak ini ditandai oleh puncakpuncak gunung yang tersebar di seluruh areanya, yaitu Gunung Sibuatan (2.457 m) di sebelah barat laut Danau Toba, Gunung Pangulubao (2.151 m) di sebelah timur, Gunung Surungan (2.173 m) di sebelah tenggara, dan Gunung Uludarat (2.157 m) di sebelah barat. Semua gunung ini disusun oleh batuan tua berumur lebih tua dari 25 juta tahun, pada Zaman Paleogen dan pra-Tersier.
Sesar Sumatra memotong bagian barat Tumor Batak tepat di sebelah barat Danau Toba sepanjang kira-kira 1.700 km. Danau Toba atau Kawah Toba terletak di puncak Tumor Batak. Panjang kawah ini dari barat laut - tenggara hampir 100 km, dan lebar badat daya – timur laut maksimum 31 km. Luas area Toba 2.269 km2. Berdasarkan topografi dan geologinya, van Bemmelen (1949) mengemukakan evolusi pembentukan gunung api dan Danau Toba.
Evolusi Toba dimulai pada sekitar 13 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah) ketika dimulai pengangkatan Pegunungan Barisan oleh proses tektonik. Pengangkatan ini terus berlangsung dan pada sekitar 2 juta tahun yang lalu (Plio-Pleistosen) dan terjadilah Kulminasi Batak atau Tumor Batak yang memanjang membentuk Tinggian Wilhelmina-Simanukmanuk.
Big Bang
Sisi timur Pulau Samosir kebanyakan adalah tebing curam yang sebenarnya merupakan gawir sesar normal yang dicirikan oleh bentukan erosi tampang segitiga (triangular facet) dan air terjun di beberapa tempat. Foto: Awang H. Satyana
Proses tektonik ini dalam banyak hal disertai dengan proses magmatisme atau volkanisme akibat turutnya magma bergerak oleh deformasi kerak Bumi. Pada saat pengangkatan Tumor Batak terjadi juga pergerakan magma yang menyebabkan intrusi (magma bergerak di antara batuan di bawah permukaan) atau ekstrusi (magma keluar permukaan menjadi lava). Intrusi dan ekstrusi ini menghasilkan batuan andesitik yang meleler di beberapa tempat di sekeliling Toba sekarang, misalnya di wilayah depresi/ wilayah turun Graben Batang Toru-Renun di sebelah barat daya Toba, Surungan di ujung selatan Toba, di Haranggaol di sebelah U dan TL Toba, dan di Silalahi dan Binangara di barat laut Toba, serta di Paropo di antara Tongging dan Silalahi. Oleh van Bemmelen (1949), semua batuan andesit ini disebut Andesit pre-Toba, atau menurut Aldiss dan Ghazali (1984) disebut Pusat-pusat Gunung Api Plio-Plistosen.
Tinggian Wilhelmina-Simanukmanuk yang membentuk Kulminasi Batak rupanya tidak berlangsung lama dalam waktu geologi. Pengangkatan ini berhubungan
dengan pasokan magma yang sangat besar, ketika semakin terangkat, bagian puncak Tumor Batak (Gunung api Toba) mulai retak-retak, maka dengan terjadi retakan tersebut terdapat kontak antara permukaan dengan magma bertekanan tinggi. Lalu segeralah terjadi pelepasan tekanan sangat tinggi dari magma yang naik ke permukaan dan menghasilkan letusan/erupsi leburan magma silikat asam yang sangat dahsyat atau katastrofik. Jadi letusan Toba adalah melalui fissure eruptions (letusan retakan). Berdasarkan penelitian modern, letusan katastrofik gunung api Toba terjadi pada 73.500 ± 3000 atau 73.000 ± 4000 tahun yang lalu (Chesner dkk., 1991). Secara umum sering disebutkan letusan tersebut terjadi pada 74.000 tahun yang lalu (Rampino dan Self, 1993).
Materi letusan sebagian besar berupa campuran gas dan magma yang sudah menepung menjadi abu volkanik akibat kuatnya tekanan, menyala, bercampur
dengan fragmen-fragmen batuan lebih tua berasal dari dinding celah-celah gunung. Awan volkanik berapi ini terlempar ke mana-mana dan endapannya menuruni dataran rendah di sekeliling Toba terutama ke dataran rendah luas di sebelah timur laut, yaitu area Pematang Siantar. Abu volkanik mengendap kembai dan menjadi tuf. Aliran tuf di sekitar Kawah Toba luas penyebarannya 20.000-30.000 km2, di bagian tengah tebalnya sampai ratusan meter. Volume total material letusan Toba menurut van Bemmelen (1949) adalah 2000 km3.
Big Bang
Evolusi pembentukan Gunung api dan kawah/Danau Toba serta Pulau Samosir (van Bemmelen, 1949)
Penelitian-penelitian modern (misalnya Rose dan Chesner, 1987) menunjukkan bahwa abu volkanik Toba menyebar di seluruh Asia Selatan sampai India dan juga mengendap di dasar laut Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan, meliputi kawasan seluas 4 juta km2 dan volume materi letusan minimal 2800 km3.
Dengan besarnya materi yang diletuskan, maka terjadilah pengosongan kantong magma di bawah Toba. Hal ini telah menyebabkan runtuhnya puncak Toba menjadi sebuah kawah atau cauldron. Volume kawah ini sekitar 1000-2000 km3. Runtuhan puncak Toba di bagian tengah Kulminasi Batak ini terjadi melalui sesar-sesar terban atau sesar runtuh yang kini membentuk gawir-gawir sesar yang curam ratusan meter tingginya di beberapa tempat di sekeliling Danau Toba. Di bagian barat, sesar-sesar terban ini memotong Sesar Sumatra. Kawah runtuhan ini kemudian diisi air melalui air hujan atau sungaisungai yang mengalir menuju depresi Toba. Ssetelah diisi air, jadilah kawah gunung api ini terkenal sebagai Danau Toba.
Pulau Samosir dan Semanjung Uluan semula adalah bagian puncak Toba yang juga tertutup material tuf hasil letusan Toba. Dalam proses pembentukan kawah akibat runtuhan seperti diterangkan di atas, puncak Toba ini ikut runtuh. Tetapi kemudian, bagian runtuhan ini terangkat kembali akibat aktivitas tektonik dan magmatik setelah letusan Toba. Pulau Samosir terangkat miring ke sebelah barat, bagian barat landai dan bagian timurnya cukup curam. Semanjung Uluan terangkat miring ke timur. Jadi Pulau Samosir dan Semenanjung Uluan adalah bagian kawah Toba yang terangkat kembali (resurgent cauldron). Ditemukannya endapan danau (diatomite) di Pulau Samosir menunjukkan bahwa Pulau Samosir pernah berada di bawah muka danau. Bila diperhitungkan, pulau ini telah terangkat paling sedikit 700 meter sejak letusan mega-kolosal Toba terjadi.
Aktivitas Volkanik Pasca-Toba
Kegiatan magmatik dan volkanik Toba setelah letusan katastrofik sekitar 74.000 tahun lalu (postvulkanismus) masih terjadi, bahkan sampai sekarang. Leleran lava andesit hipersten yang merupakan mineral dominan di lava andesit ini, terjadi di sesar sebelah barat daya Toba, membentuk kerucut volkanik Pusukbuhit, yang sebagian lavanya tersilisifikasi oleh proses hembusan gas belerang solfatara.
Semburan air panas (fumarola) dan gas belerang (solfatara) di wilayah Pangururan di dekat Pusukbuhit adalah juga gejala volkanisme pasca-Toba. Gejala volkanik pasca-Toba yang lain adalah pembentukan gunung-gunung dasitik-andesitik yang banyak terjadi berhubungan dengan sesar-sesar akibat runtuhan Toba, yaitu kerucut-kerucut volkanik Singgalang (1.865 m), Tandukbenua, juga beberapa gunung api aktif sekitar 30-40 km di sebelah utara Danau Toba yaitu Sinabung (2.460 m) dan Sibayak (2.094 m). Gunung-gunung api ini belum mati sama-sekali, masih terjadi aktivitas pasca-volkanik pada gununggunung ini.
Big Bang
Perbandingan material letusan beberapa gunung api di dunia. Toba mencolok sendiri dengan material letusan diperhitungkan minimum sekitar 2600 km3, jauh melebihi beberapa gunung api lain (Lockwood dan Hazlett, 2010).
Sejarah Erupsi Toba
Pengukuran endapan-endapan volkanik berupa tuf di sekitar Danau Toba menunjukkan bahwa Gunung api Toba ternyata telah meletus beberapa kali. Paling tua diketahui dari Tuf Dasit Haranggaol 1,2 juta tahun (Chesner dkk. 1991), kemudian terjadi juga letusan pada 840.000 tahun yang lalu (Diehl dkk., 1987), 501.000 tahun yang lalu (Chesner dkk., 1991), dan letusan terbesar adalah yang terjadi pada 74.000 tahun yang lalu. Berdasarkan umur-umur letusannya, Chesner dkk. (1991) memperkirakan daur letusan besar terjadi setiap 340.000-430.000 tahun sekali.
Tiga letusan/erupsi gunung api terbesar di dunia pada zaman prasejarah maupun sejarah terjadi di Indonesia, yaitu erupsi mega-kolosal Toba 74.000 tahun yang lalu, erupsi Tambora 1815 M, dan erupsi Krakatau 1883 M. Letusan Tambora melontarkan material sebanyak 160 km3, menewaskan 91.000 orang baik langsung maupun tak langsung. LetusanKrakatau melontarkan material 18 km3, menewaskan 36.000 orang terutama akibat tsunami yang dibangkitkan oleh material letusan. Sementara Toba jauh di atas itu, ia melontarkan 2800 km3 material dan mungkin menewaskan 90 % penduduk Bumi saat itu (Ambrose, 1998).
Untuk mengukur kekuatan ledakan gunung api, para ahli gunung api telah mengembangkan parameter VEI, volcanic explosivity index. Dari kriteria-kriteria tersebut, maka erupsi Krakatau 1883 M berada pada VEI = 6 (paroxysmal), Tambora 1815 M pada VEI = 7 (colossal), dan erupsi Toba 74.000 tahun yang lalu pada VEI = 8 (megacolossal). Berdasarkan banyak studi, maka frekuensi erupsi dengan VEI ≥ 6, di seluruh dunia terjadi 1 x di dalam 50 tahun; VEI ≥ 7, terjadi 1 x di dalam 450 tahun; dan VEI ≥ 8, terjadi 1 x di dalam 300.000 tahun atau lebih. Batas paling tinggi VEI adalah antara 8 dan 9. Erupsi Toba mungkin merupakan batas itu (Lockwood dan Hazlett, 2010).
Big Bang
Parameter-parameter klimatologi dan oseanografi global yang menunjukkan perubahan signifikan pada 74.000 tahun yang lalu, merespon efek letusan mega-kolosal Toba. (Rampino dan Self, 1992)
Katastro fi Geologi oleh Super-erupsi
Katastrofi geologi adalah suatu proses geologi yang menyebabkan perubahan sangat besar bagi lingkungan Bumi dan penghuninya, ditandai dengan rusak atau hancurnya lingkungan, kondisi iklim yang tidak menunjang bagi kelangsungan kehidupan, sehingga sebagian besar makhluk hidup mengalami kepunahan dalam skala besar (kepunahan massa/ mass extinction). Dengan terjadinya erupsi Toba dalam skala megakolosal, VEI = 8, yang terbesar di Bumi dalam 28 juta tahun terakhir, maka suatu katastrofi geologi diperkirakan telah terjadi. Kejadian ini secara definitif disebut sebagai “Teori Katastrofi Toba”.
Katastrofi Toba terjadi melalui dua cara, yaitu musim dingin volkanik (volcanic winter) dan punahnya sebagian besar manusia modern yang saat itu sedang bermigrasi keluar dari Afrika (population bottlenecking) (Gibbons, 1993; Rampino dan Self, 1993; Ambrose, 1998)
Musim dingin volkanik terjadi bila banyak abu tersembur masuk ke dalam atmosfer. Kadar asam belerang pun memasuki atmosfer , dan bila abu volkanik terinjeksi lebih tinggi ke dalam atmosfer, maka abu volkanik dan asam belerang tersebut akan tinggal lebih lama di dalam atmosfer. Kejadiannya bisa selama berabad-abad, bahkan ribuan tahun, lalu mereka akan menangkis dan mengubah influks energi matahari ke atmosfer bagian bawah. Manusia modern yang hidup antara 1815-1818 pun menderita akibat letusan Tambora. Bagaimana bila itu terjadi 74.000 tahun yang lalu dan berasal dari sebuah erupsi megakolosal yang puluhan kali lebih kuat daripadaTambora? Maka, mungkin benar, bahwa telah terjadi suatu kepunahan massa.
Big Bang
Parameter-parameter klimatologi dan oseanografi global yang menunjukkan perubahan signifikan pada 74.000 tahun yang lalu, merespon efek letusan mega-kolosal Toba. (Rampino dan Self, 1993)
Letusan Toba 74.000 tyl telah menghasilkan 3 milyar ton abu halus dan aerosol H2SO4 dan SO2 yang terlontar setinggi 27-37 km menginjeksi atmosfer dan sangat signifikan mengurangi transmisi sinar Matahari ke permukaan Bumi (Rampino dan Self, 1992; Chesner dkk., 1991). Diperhitungkan bahwa transmisi sinar Matahari saat itu hanya 0,001-10 %. Menurunnya daya terima sinar Matahari ini telah menyebabkan temperatur menurun 3-5oC. Saat itu Zaman Es sedang menjelang, dan letusan Toba diyakini telah mempercepat datangnya Zaman Es ini. Toba juga telah melepaskan sebanyak 540 milyar ton air yang naik sampai stratosfer dan dapat mengubah gas belerang yang dilontarkan Toba menjadi 1-10 milyar ton aerosol H2SO4. Posisi Toba di wilayah tropis juga membuatnya lebih efisien untuk abu dan gas dari Toba memasuki stratosfer di kedua belahan Bumi.
Mengenai hal ini, para ahli umumnya sepakat bahwa letusan megakolosal Toba telah memicu ataumempercepat musim dingin sesuai siklus geologi. Mereka hanya berbeda pendapat di mekanisme terjadinya musim dingin volkanik dan tingkat penurunan temperatur, misalnya yang didiskusikan oleh Oppenheimer (2002) dan Robock dkk. (2009).
Big Bang
Parbakalan, Sidikalang, lembah terbuka sejajar (strike valley) Sesar Sumatra. Foto: Margaretha Purwaningsih
Kemungkinan terjadinya penciutan populasi manusia akibat erupsi mega-kolosal Toba pertama kali dikemukakan oleh Gibbons (1993). Pendapat ini kemudian segera disokong oleh Rampino dan Self (1993). Teori bottleneck ini kemudian dikembangkan oleh Ambrose (1998) dan Rampino dan Ambrose (2000). Menurut para pendukung teori genetic bottleneck, antara 50.000-100.000 tyl, populasi manusia mengalami penurunan yang sangat drastis, dari sekitar 100.000 individu menjadi sekitar 10.000 individu (Gibbons, 1993; Ambrose, 1998). Bukti-bukti genetik juga menunjukkan bahwa semua manusia yang hidup sekarang, meskipun sangat bervariasi, diturunkan dari populasi yang sangat kecil antara 1000-10.000 pasangan sekitar 70.000 tyl.
Setelah genetic bottleneck dan pemulihan kembali, diiferensiasi ras populasi manusia terjadi dengan cepat. Oleh karenanya, diajukan pendapat bahwa Toba telah menyebabkan ras-ras modern berdiferensiasi secara mendadak hanya sekitar 70.000 tahun yang lalu, daripada secara berangsur selama satu juta tahun.
Terjadinya musim dingin volkanik dan Zaman Es yang segera karena letusan Toba dapat menjawab suatu paradoks tentang asal Afrika buat manusia, yaitu: bila kita semua berasal dari Afrika (Out of Africa) mengapa kita semuanya tidak mirip orang Afrika? Karena musim dingin volkanik dan Zaman Es yang segera telah mengurangi populasi sampai tingkat cukup rendah untuk meneruskan efek nenek moyang, lalu terjadi aliran genetik dan adaptasi lokal menghasilkan perubahan cepat pada populasi yang selamat, yang menyebabkan manusia-manusia di seluruh dunia terlihat begitu berbeda. Dengan kata lain, Toba telah menyebabkan ras modern manusia terdiferensiasi secara mendadak (Ambrose, 1998).
Demikian, beberapa aspek tentang Toba, tentang sejarah geologi, tektonik dan erupsi katastrofiknya pada 74.000 tahun yang lalu, tentang efeknya bagi iklim dunia dan akibatnya atas katastrofi biologi berupa penciutan jumlah manusia. Mengunjungi tempat-tempat dengan fenomena geo-histori di Indonesia yang menarik sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan tentang tempat tersebut, yang mungkin sebelumnya tidak diketahui dengan baik. Hal ini akan makin membuat kita takjub atas warisan geo-histori Indonesia, sehingga kita dapat lebih mencintainya.
Penulis: Awang H. Satyana
Penulis adalah spesialis utama di SKMIGAS dan penggiat
komunitas “Geotrek Indonesia”.